Thursday, September 28, 2017

MARDHATILLAH



Sekalung tahniah buat Ust Dato'Dr Abdul Basit Abdul Rahman dan zaujah Datin Nik Zulaili Nz Ny Nzny...serta anak-anak.

Sebenarnya sudah lama saya dan sahabat2 mengagumi cara, uslub serta  pendekatan pendidikan anak-anak mereka.
TEGAS DALAM SANTAI🌸🌸

Terbaharu , anaknda sulungnya Anas, kini mahasiswa Uiam,  telah dinobatkan sebagai Pelajar Terbaik Yayasan Islam Kelantan sempena Sambutan Maal Hijrah Peringkat Negeri dan pada hari ini dianugerahkan Pelajar Mithali YIK 2017.

Semalam 3 putera mereka menerima anugerah tertinggi kecemerlangan dalam setiap peperiksaan awam sempena Mesyuarat Agong PIBG & Penyampaian Hadiah di Maahad Tahfiz Quran Wal Qiraat, Pulai Chondong.

Hari ini putera-putera mereka turut menerima Anugerah Khas Kecemerlangan dalam setiap peperiksaan sempena Hari Yayasan Islam KelantaN.

Pada 4 April 2017 artikel saya bertajuk Al-Quran Penyuluh Kecemerlangan dalam ruangan Ibrah di Utusan Malaysia tentang rahsia kejayaan Amir yang  diangkat sebagai Pelajar Terbaik SPM 2016 kerana memperoleh 12A .

Ringkasan rahsia didikan hebat pasangan Ust. Dato' Dr Hj Abdul Basit Abdul Rahman dan Datin Nik Zulaili :
đź’š Solat jemaah di masjid setiap waktu
đź’š Membaca dan mengulangi hafazan al-Quran sekurang-kurangnya 3 juzuk sehari
❤ Menjadikan rumah sebagai taman ilmu dengan mewujudkan perpustakaan dipenuhi dengan buku sebagai teman
❤ Rumah tiada televisyen bagi mengelakkan lagha dan leka
🌹 Gajet dibenarkan tetapi dengan kawalan masa dan suasana
🌹 Menghidupkan budaya ilmu dan menghormati guru
🌻 Sejak kecil dilatih menjadi imam dan didedahkan sebagai pendakwah
🌻 Restu ayahbonda dan doa menjadi azimat mengiringi keberkatan usratun saiedah...

Buat sekian kalinya, syabas untuk kedua-dua ibu bapa mithali ini dalam merintis kejayaan menuju mardhatillah...

https://www.facebook.com/maznah.mukhtar.5/posts/1461416960572171


8 comments:

  1. Salam Jumaat buat sdr KD dan pengunjung blog.

    Dalam pada kita merasa bangga dan melahirkan kekaguman dan bersyukur dengan kejayaan keluarga Dr Abdul Rahman bin Basit, marilah kita sama-sama memohon perlindungan daripada Allah daripada cenderung kepada kebathilan daripada apa-apa sudut sekalipun.

    Ditakuti kita termasuk di kalangan orang-orang yang disebut di dalam hadith berikut :-

    Hadith riwayat Sahal bin Hunaif ra.: Dari Yusair bin Amru, ia berkata: Saya berkata kepada Sahal: Apakah engkau pernah mendengar Nabi saw. menyebut-nyebut Khawarij? Sahal menjawab: Aku mendengarnya, ia menunjuk dengan tangannya ke arah Timur, mereka adalah kaum yang membaca Alquran dengan lisan mereka, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama secepat anak panah melesat dari busurnya. (Shahih Muslim No.1776)

    Sekadar untuk peringatan dan iktibar buat diri sendiri mari kita telusuri kisah seorang ahli qiraah AlQuran yang menjadi pembunuh Saiyidina Ali r.a. Mudah-mudahan ada iktibar dan manfaat untuk diambil.

    (Ini saya kopipes tulisan orang lain dan diberi kredit kepadanya).

    ABDUR-RAHMAN BIN MULJAM, POTRET BURAM SEORANG KORBAN PEMIKIRAN KHAWARIJ

    Oleh
    Muhammad ‘Ashim bin Musthafa

    Kebenaran pemahaman dan itikad yang baik merupakan tonggak penting dalam mengaplikasikan ajaran Islam secara benar. Dua perkara ini harus seiring-sejalan. Ketika salah satunya tidak terpenuhi, maka tabiat orang-orang Yahudi -yang tidak mempunya itikad baik di hadapan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala -, dan penganut Nashâra -yang berjalan tanpa petunjuk ilmu- akan berkembang di tengah umat. Akibatnya timbullah kerusakan.

    Contoh perihal bahaya dari pemahaman yang tidak lurus ini, dapat dilihat pada diri ‘Abdur- Rahmaan bin Muljam. Sosok ini telah teracuni pemikiran Khawaarij. Yaitu satu golongan yang kali pertama keluar dari jama’atul-muslimĂ®n. Sejarah mencatat kejahatan kaum Khawaarij ini telah melakukan pembunuhan terhadap AmĂ®rul-Mu`minĂ®n ‘Ali bin Abi Thâlib, yang juga kemenakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

    SIAPAKAH ‘ABDUR-RAHMĂ‚N BIN MULJAM?
    Merupakan kekeliruan jika ada yang menganggap ‘Abdur-Rahmân bin Muljam dahulu seorang yang jahat. Sebelumnya, ‘Abdur-Rahmân bin Muljam ini dikenal sebagai ahli ibadah, gemar berpuasa saat siang hari dan menjalankan shalat malam. Namun, pemahamannya tentang agama kurang menguasai.

    Meski demikian, ia mendapat gelar al-Muqri`. Dia mengajarkan Al-Qur`ân kepada orang lain. Tentang kemampuannya ini, Khalifah ‘Umar bin al Khaththab sendiri mengakuinya. Dia pun pernah dikirim Khaliifah ‘Umar ke Mesir untuk memberi pengajaran Al-Qur`ân di sana, untuk memenuhi permintaan Gubernur Mesir, ‘Amr bin al-‘Aash, karena mereka sedang membutuhkan seorang qâri.

    Dalam surat balasannya, ‘Umar menulis: “Aku telah mengirim kepadamu seorang yang shâlih, ‘Abdur-Rahmân bin Muljam. Aku merelakan ia bagimu. Jika telah sampai, muliakanlah ia, dan buatkan sebuah rumah untuknya sebagai tempat mengajarkan Al-Qur`ân kepada masyarakat”.

    ReplyDelete
  2. Sambungan (2)

    Sekian lama ia menjalankan tugasnya sebagai muqri`, sampai akhirnya benih-benih pemikiran Khawârij mulai berkembang di Mesir, dan berhasil menyentuh ‘âthifah (perasaan)nya, hingga kemudian memperdayainya.[1]

    MERENCANAKAN PEMBUNUHAN TERHADAP ‘ALI BIN ABI THĂ‚LIB [2]
    Inilah salah satu keanehan ‘Abdur-Rahmân yang sudah terjangkiti pemikiran Khawârij. Tiga orang penganut paham Khawârij – ‘Abdur-Rahmân bin Muljam al-Himyari, al-Burak bin ‘Abdillah at-TamĂ®mi dan ‘Amr bin Bakr at-TamĂ®mi – mereka berkumpul bersama, sambil mengingat-ingat tentang ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu yang telah menghabisi kawan-kawan mereka di perang Nahrawân. Mereka pun berdoa memohon rahmat kebaikan bagi orang-orang yang telah menemui ajalnya itu.

    Peristiwa peperangan Nahrawân sangat membekaskan luka mendalam pada hati mereka. Salah seorang dari mereka berkata: “Apa lagi yang akan kita perbuat setelah kepergian mereka? Mereka tidak takut terhadap apapun di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebaiknya kita mengorbankan jiwa dan mendatangi orang-orang yang sesat itu [3]. Kita bunuh mereka, sehingga negeri ini terbebas dari mereka, dan kita pun telah melunasi balas dendam?”

    Akhirnya, mereka merencanakan balas dendam dengan merancang pembunuhan terhadap tiga orang yang mereka anggap bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Pembunuhan ini mereka anggap sebagai tangga untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka sepakat melakukan pembunuhan terhadap tiga orang itu, yaitu ‘Ali bin Abi Thâlib, Mu’awiyyah dan ‘Amr bin al ‘Ă‚sh Radhiyallahu ‘anhum, dan mereka berani mempertaruhkan nyawa untuk mewujudkan rencana keji itu.

    Rencana ‘Abdur- Rahmân bin Muljam untuk membunuh ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu kian menguat setelah didorong oleh seorang perempuan.

    Dikisahkan, adalah Fithâm nama wanita itu. Kecantikannya yang masyhur di tengah kaum muslimin telah berhasil merebut hati ‘Abdur-Rahmân bin Muljam. Hingga ia melupakan misi jahatnya di Kufah, yaitu membunuh Amirul-Mu`minin ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu ‘anhu. Namun tak terduga, hasratnya memperistri wanita yang terkenal cantik itu, justru memicu niatnya yang sempat terlupakan.

    Pasalnya, selain permintaan mas kawin yang berupa kekayaan duniawi, wanita ini juga memasukkan pembunuhan terhadap ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu sebagai syarat, jika Ibnu Muljam ingin memperistrinya. Syarat pinangan yang aneh ini yang kemudian mengingatkan Ibnu Muljam dengan niat jahat itu, dan ia bertambah semangatnya untuk segera mewujudkan niat buruknya. Katanya,”Ya, ia adalah bagianku. Demi Allah, tidaklah aku datang ke tempat ini kecuali dengan niat untuk membunuh ‘Ali”. Syarat ini terpenuhi dan pernikahan pun dilaksanakan. Semenjak itu, sang wanita ini selalu membakar semangat suaminya untuk merealisasikan niatnya. Bahkan ia memberi bantuan kepada Ibnu Muljam seorang lelaki yang bernama Wardân untuk mewujudkan rencana jahat itu.

    ReplyDelete
  3. Sambungan (3)

    Setelah itu, Ibnu Muljam pun mengajak seseorang yang Syabiib bin Najdah al Asyja’i. Katanya,”Maukah engkau memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat?”

    Tetapi, begitu mendengar yang dimaksud ialah membunuh ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu, maka SyabĂ®b menampiknya. Karena ia mengetahui, ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu memiliki jasa yang sangat besar bagi Islam dan kaum muslimin, dan ia memiliki kedekatan dalam hal kekerabatan dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
    .
    Melihat penolakan ini, Ibnu Muljam tak kalah cerdik. Dengan agresifitasnya, ia membakar emosi SyabĂ®b dengan menyebut kematian orang-orang Khawarij di tangan ‘Ali. Yang akhirnya, ia berhasil menjinakkan hati SyabĂ®b. Padahal Khalifah ‘Ali bin Thâlib -pada masa itu- ialah orang yang paling tekun beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, paling zuhud terhadap dunia, paling berilmu dan paling bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla.

    Mereka bertiga kemudian bergerak melancarkan niatnya pada malam 17 Ramadhan 41 H . Hari yang sudah diputuskan oleh Ibnu Muljam, al-Burk dan ‘Amr bin Bakr untuk menyudahi nyawa tiga orang sahabat Rasulullah, yaitu ‘Ali, Mu’awiyyah, dan Amr bin al-‘Ă‚sh Radhiyallahu ‘anhum.

    Begitu waktu subuh tiba, sebagaimana biasa Amirul-Mu`minin ‘Ali bin Thâlib keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat Subuh dan membangunkan manusia. Saat itulah pedang Khawarij yang beracun menciderai ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu. Ketika Ibnu Muljam menyabetkan pedangnya pada bagian pelipis ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu, ia berseru: “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah, bukan milikmu atau orang-orangmu (wahai ‘Ali),” lantas ia membaca ayat :

    “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”. [al Baqarah/2:207].[4]

    Mendapat serangan ini, Amirul-Mu`minin berteriak meminta tolong. Dan akhirnya Ibnu Muljam berhasil ditangkap hidup-hidup. Adapun Wardân, ia langsung terbunuh. Sedangkan Syabîb berhasil meloloskan diri.

    AKHIR KEHIDUPAN ‘ABDUR-RAHMAAN BIN MULJAM
    Ketika Amirul-Mu`minin ‘Ali bin Thâlib Radhiyallahu ‘anhu dipastikan meninggal karena serangan Ibnu Muljam, maka diputuskanlah hukuman mati bagi Ibnu Muljam. Hukuman ini diawali dengan memotong kedua kaki dan tangannya dan menusuk dua matanya, kemudian dilanjutkan dengan membakar jasadnya.

    Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata tentang Ibnu Muljam: “Sebelumnya, ia adalah seorang ahli ibadah, taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi, akhir kehidupannya ditutup dengan kejelekan (su`ul khâtimah). Dia membunuh Amirul-Mu’minin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu dengan alasan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui tetesan darahnya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi ampunan dan keselamatan bagi kita”.[5]

    ReplyDelete
  4. Sambungan (4)

    Berbeda dengan anggapan kalangan Khawârij. Di tengah mereka, ‘Abdur-Rahmân bin Muljam ini dielu-elukan bak pahlawan. Dia mendapatkan pujian dan sanjungan. Di antaranya keluar dari ‘Imrân bin Haththân. Orang ini, sebelumnya dikenal sebagai ahli ilmu dan ahli ibadah. Namun, perkawinannya dengan seorang wanita yang memiliki pemikiran Khawârij, menjadikannya berubah secara drastis. Dia mengikuti pemahaman istrinya. Dia merangkai bait-bait sya’ir sebagai pujian yang ditujukan kepada ‘Abdur-Rahmân bin Muljam:

    Oh, sebuah sabetan dari orang bertakwa, tiada yang ia inginkan
    selain untuk menggapai keridhaan di sisi Dzat Pemilik ‘Arsyi
    Suatu waktu akan kusebut namanya, dan aku meyakininya
    (sebagai) insan yang penuh timbangan (kebaikannya) di sisi Allah.[6]

    Pujian ini tentu merupakan perbuatan ghuluw (berlebih-lebihan), sehingga dapat menyeret seseorang menjadi keliru dalam memandang kebatilan hingga terlihat sebagai kebenaran di matanya. Na’Ă»dzu billahi min dzâlik. Golongan lain yang juga memberi sanjungan kepada pembunuh ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu, yaitu golongan Nushairiyyah. Konon katanya, karena Ibnu Muljam telah melepaskan “ruh ilâhi” dari tanah.[7]

    BEBERAPA PELAJARAN DARI KISAH DI ATAS
    1. Pemahaman yang benar dalam mengaplikasikan Islam merupakan keharusan bagi seorang muslim. Dalam hal ini, para sahabat merupakan generasi Islam pertama, yang pastinya paling memahami Islam. Mereka mereguknya langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

    Ketika muncul pergolakan yang disulut kaum Khawaarij, tidak ada satu pun dari sahabat yang merapat ke barisan mereka. Pemahaman-pemahaman terhadap Islam yang tidak mengacu kepada para sahabat -sebagai generasi pertama umat Islam- hanya akan berakhir dengan kekelaman. Motif mereka sesat, karena beranggapan pembunuhan ini sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Alasan demikian tentu menjatuhkan citra Islam, dan menjadi ternoda karenanya. Hal ini bisa menimpa siapa pun yang berbuat tanpa dasar ilmu, tanpa pemahaman yang lurus, dan hanya mengandalkan perasaan atau hawa nafsu semata.

    2. Kebodohan itu berbahaya, lantaran menyebabkan ketidakjelasan barometer syar’i bagi seseorang, sehingga membuat kelemahan dalam tashawwur (pendeskripsian) dalam memandang suatu masalah.[8]

    3. Bahaya teman dekat (istri, suami) yang berpemikiran buruk atau menyimpang.

    Wallahu a’lam

    ReplyDelete
  5. Sambungan (5)

    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03//Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
    _______
    Footnote
    [1]. Nukilan dari Al Ghuluww, Mazhâhiruhu, Asbâbuhu, ‘Ilâjuhu, Muhammad bin Nâshir al ‘Uraini, Pengantar: Syaikh Shâlih al Fauzân, Tanpa Penerbit, Cetakan I, Tahun 1426 H.
    [2]. Lihat al-Bidayah wan-Nihâyah, Imam Ibnu Katsîr rahimahullah, Maktabah ash-Shafâ, Cetakan I, Tahun 1423H-2003 M (7/266-268)
    [3]. Maksudnya ialah ‘Ali bin Abi Thâlib, Mu’awiyyah dan ‘Amr bin al-‘Ă‚sh Radhiyallahu ‘anhum.
    [4]. Ibnu Muljam mengira dirinya masuk dalam konteks ayat yang ia baca itu, Pen.).
    [5]. Mizânul-I’tidâl, Abu ‘Abdillah Muhammad adz-Dzahabi, Darul-Ma’rifah, Beirut, tanpa tahun, 2/592.
    [6]. Al-Farqu bainal-Firaq, ‘Abdul-Qâhir al-Baghdâdi, Darul-Kutub al-‘Ilmiyyah, tanpa tahun, hlm. 62-63.
    [7]. Al-MausĂ»’atul-Muyassaratu fil Ad-yâni wal-Mazhâhibi wal-Ahzâbil-Mu’âshirah, Cetakan V, Tahun 1424 H / 2003 M, 1/392.
    [8]. Asbâbu Ziyâdatil-‘Imân wa Nuqshânihi, Prof Dr. ‘Abdur-Razzâq al-‘Abbâd, Ghirâs, Cetakan III, Tahun 2003M, hlm. 62

    Sumber: https://almanhaj.or.id/2680-abdur-rahman-bin-muljam-potret-buram-seorang-korban-pemikiran-khawarij.html

    ReplyDelete
  6. Apa yang nak di fokuskan ialah salah satu contoh seorang bapa yang mengamal ilmu dan berakhlak akan melahirkan generasi yang mampan, insayaAllah.

    Kepimpinan melalui tauladan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah dan terima kasih bro KD sudi kongsikan dengan pengunjung2 blog.

      Delete

6ANGKA